image

Anak Keseringan Main HP? Apa Dampaknya? 176

Memiliki gadget seperti smartphone, saat ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa. Generasi tua, muda, bahkan anak-anak, sudah sangat akrab dengan teknologi yang satu ini. Main HP sudah jadi salah satu rutinitas yang sulit dipisahkan dari anak.

Ada beberapa dampak positif yang bisa diperoleh anak melalui penggunaan gadget, seperti dapat mengakses pengetahuan atau bahan pelajaran dengan mudah, mempermudah komunikasi di situasi darurat, serta memberikan hiburan.

Namun, di balik manfaatnya, banyak juga sisi negatif sebagai dampak penggunaan gadget pada anak, yang perlu kita waspadai.

Menurut Psikolog Anak dan Keluarga dari Klinik SOA, Hanlie Muliani, M.Psi, untuk memahami lebih jauh mengenai dampak psikologis penggunaan gadget pada anak, ada baiknya jika kita mengenal lebih dahulu mengenai konsep plastisitas otak.

Plastisitas otak adalah konsep yang menjelaskan bahwa otak adalah organ yang elastis, dalam artian bisa terus dibentuk dan dilatih. Agar dapat digunakan dengan maksimal, perlu ada sambungan neuron atau sel saraf, yang bisa dicapai dengan stimulasi. 

Stimulasi bisa dilakukan dengan aktivitas seperti belajar, membaca, bermain, olahraga, serta kegiatan psikomotoris lainnya. Semakin banyak stimulasi yang diterima, akan semakin banyak juga sel saraf di otak yang tersambung. Sehingga, anak akan semakin cerdas.

Penggunaan gadget bukanlah stimulasi yang ideal bagi anak. Hanlie menjelaskan, plastisitas anak akan terpengaruh, akibat main HP secara berlebihan. “Perkembangan otak menjadi kurang optimal karena kurang optimalnya stimulasi,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, stimulasi yang paling efektif adalah aktivitas psikomotoris menggunakan semua sensori, dan interaksi dengan orang nyata.

Hanlie menambahkan, dengan stimulasi yang tepat, kecerdasan emosi, sosial, dan intelektual anak akan bisa berkembang dengan optimal.

“Melalui interaksi, otak akan berproses. Kecerdasan emosi, sosial, dan intelektual anak akan berkembang dengan luar biasa.” Lalu, apa yang terjadi jika anak terlalu berlebihan bermain gadget atau menonton televisi? Hanlie menerangkan, salah satu dampak dari kurangnya stimulasi otak akibat penggunaan gadget berlebihan pada anak adalah timbulnya ciri autistik. 

Hanlie menjelaskan, saat ini banyak anak tanpa gangguan medis sama sekali, yang memiliki ciri autistik. “Jadi dia tidak masuk dalam spektrum, namun memiliki gejala yang serupa,” ucapnya. Anak dengan ciri autistik misalnya, bisa saja berbicara, tapi belum tentu bisa berinteraksi.

Selain itu, anak tersebut menjadi kurang peka dengan lingkungan di sekitarnya, sulit mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara. Sebab ketika terlalu sering main HP, kemampuan otak, terutama emosi dan sosial anak tidak terlatih dan berkembang dengan optimal. Dibanding main gadget secara berlebihan, Hanlie menyarankan orangtua membiasakan anak membaca buku sebagai stimulasi yang baik untuk otak. Saat membaca novel Harry Potter, misalnya, banyak sekali bagian otak yang terstimulasi. Otak membayangkan bentuk Hogwarts (visual), menciptakan suara masing-masing tokoh (auditori), gerakan-gerakan yang ada di dalamnya (kinestetik), ekspresi para tokohnya (emosi), dan sebagainya. “Di sini, kerja otak akan maksimal,” kata Hanlie.

Kapan anak boleh mulai menggunakan gadget?

Mengenai usia yang paling tepat untuk memberikan gadget kepada anak, Hanlie beranggapan bahwa orangtua memiliki pertimbangannya masing-masing. Namun secara pribadi, dirinya mengatakan baru akan memperbolehkan anaknya memiliki gadget saat berusia 14 tahun. “Kenapa 14 tahun? Karena dia sudah lebih matang, bisa lebih tahu yang namanya konsekuensi,” ujarnya. Hanlie mengungkapkan, pada usia ini, anak sudah memiliki kemampuan lebih dalam memilih.

Selain itu, anak dalam usia tersebut, sudah lebih dewasa dibanding anak yang duduk di bangku kelas 5 SD, misalnya, atau mereka yang masih dalam masa puber. Meski begitu, bukan berarti Hanlie benar-benar melarang anaknya untuk mengenal teknologi. Ia mengingatkan, jangan sampai di zaman digital ini, anak malah menjadi gagap teknologi atau gaptek. Sebab, anak juga tetap perlu memiliki kompetensi di bidang teknologi. Ada strategi yang dilakukan Hanlie untuk mengatur penggunaan gadget pada anak-anaknya. 

Psikolog ini mengungkapkan, dirinya membatasi waktu penggunaan gadget seperti komputer atau smartphone untuk anaknya yang saat ini berada di kelas 5 SD, hanya di akhir pekan. Hanlie mengizinkan anaknya main HP di akhir pekan dan hari libur lainnya. Itu pun juga dibatasi. Ia memperbolehkan anaknya bermain game online raw blocks, di hari Sabtu dan Minggu, masing-masing selama maksimal dua jam per hari.

Menurut Hanlie, selain waktu, tempat anak bermain pun penting. Ia memastikan anaknya tidak bermain di tempat tertutup. Ia meminta anaknya untuk bermain di ruang kerja, yang tidak tertutup. Dengan demikian, Hanlie tetap bisa memantau. Ia mengingatkan, jangan sampai anak dibiarkan sendirian main HP di kamar yang nyaman, tanpa observasi orangtua. Sebab tanpa pengawasan dan bimbingan orangtua, anak bisa “tersesat” saat berselancar di dunia maya. Mengontrol penggunaan gadget oleh anak Untuk mengurangi risiko anak terkena dampak negatif penggunaan gadget, terutama smartphone, beberapa langkah di bawah ini bisa kita lakukan. 

1. Batasi waktu anak main hp Anak disarankan untuk tidak menggunakan smartphone maupun gadget lainnya setidaknya satu jam sebelum tidur. Kita dapat mulai menyimpan gadget anak saat hari sudah mulai malam, agar anak tidak tergoda untuk menggunakannya. Selama ponsel atau gawai lainnya disimpan, lakukan kegiatan bersama Si Kecil untuk mengalihkan perhatiannya. Kita bisa membuat waktu khusus keluarga, yaitu waktu tanpa ponsel, yang ditujukan agar anggota keluarga, termasuk Anda, sebagai orangtua, tidak melulu terfokus kepada teknologi. Langkah ini sekaligus untuk memberi contoh yang baik bagi anak. 

2. Ketahui password ponsel, email, maupun akun sosial media anak Tentu, kondisi seperti ini hanya perlu dilakukan apabila anak masih perlu pengawasan. Sebagai tindak pengawasan, beberapa langkah di bawah ini bisa kita terapkan. Periksa secara acak, pesan dan konten-konten yang ada di ponsel anak. Gunakan fitur parental control (kontrol orangtua) di ponsel dan aplikasi yang ada di dalamnya. Jadilah teman anak di media sosial, untuk mengetahui konten yang mereka unggah. Bekali diri untuk mengetahui aplikasi-aplikasi terbaru, sehingga bisa mengikuti perkembangan zaman. Sebelum melakukan langkah-langkah di atas, pastikan Anda berdiskusi mengenai hal tersebut dengan anak sejak awal. Selain itu, bersikap jujur pada anak, bahwa Anda akan melakukan pengawasan terhadapnya. Dengan begitu, anak tidak akan merasa kaget atau merasa dibohongi maupun dimata-matai. Fondasinya adalah relasi yang dekat antara orangtua dan anak, komunikasi yang baik antara orangtua dan anak, sehingga terjalin trust di antara orangtua dan anak.

3. Komunikasi secara terbuka dengan anak Komunikasi dengan anak adalah hal yang sangat penting, termasuk menyangkut pengaruh gadget. Berikan pengertian kepada anak mengenai jenis-jenis situs yang aman untuk dijelajahi. Berikan pengertian terhadap cyberbullying serta risiko berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal atau tidak pernah ditemui secara langsung sebelumnya. Biarkan anak bertanya hal-hal yang ingin mereka ketahui mengenai teknologi maupun Internet. Jadilah pendengar yang baik untuk Si Kecil. Dengarkan pertanyaan dan cerita mereka tanpa penghakiman berlebih, dan bantu anak di saat-saat yang tepat. Mencegah dampak negatif gadget pada anak memang bukan hal yang mudah. Namun, dengan komunikasi yang terbuka serta diskusi dua arah dengan anak, hal tersebut dapat lebih mudah dicapai.



Sumber: kompas.com